Oleh
: Cadex Agus Arya Gunawan
Penyuluh
Agama Hindu Provinsi Maluku Utara .
Om
Swastyastu,
Bapak dan ibu dewan juri yang saya hormati, Bapak
ibu panita yang saya hormati, bapak dan ibu peserta pemilihan penyuluh agama
Hindu teladan tinkat nasinal yang saya hormati.
Atas
asung kertawara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, Kita
bias berkumpul disini, di tempat ini dalam keadaan sehat tidak kekurangan suatu
apapun.
Bapak dan Ibu yang saya hormati , di sini saya akan
mencoba berdharma wacana dengan judul “Cinta Kasih”
Kata cinta kasih berasal dari kata "cinta" dan
"kasih". Hal ini merupakan dua pasangan kata dimana satu dengan yang
lainnya saling berhubungan. Secara harfiah kata cinta mengandung pengertian
suka sekali, sayang benar, terpikat atau kasih sekali, ingin sekali, berharap
sekali, rindu dan kasih sayang. Sedangkan kata "kasih" mengandung
pengertian perasaan sayang karena suka atau cinta, juga berarti belas kasihan.
Jadi kata cinta kasih ini mengandung pengertian adalah suatu kerinduan yang
mendalam atau rasa kasih sayang yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam.
Agama Hindu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu
peduli kepada sesamanya, dengan hidup bersama dan saling kasih-mengasihi. Hal
ini merupakan kondisi kesadaran atau keinsyaf an yang paling tinggi, yang
dituntut kepada setiap umat manusia dalam eksistensi hidupnya di dunia. Karena
manusia yang dilahirkan ke dunia merupakan makhluk yang utama dan mulia jika
dibandingkan dengan makhluk-makhluk hidup lainnya. Berdasarkan kelebihan yang
dimilikinya, seperti akal budi atau manah, manusia di dalam hidupnya ini,
diharapkan dapat meningkatkan taraf hidupnya ke jenjang yang lebih berkualitas.
Manusia di dalam hidupnya, dituntut untuk selalu bereksistensi, dengan hidup
selalu saling kasih-mengasihi satu sama lain. Karena dengan sikap demikian,
diyakini bahwa hidup kita akan harmonis, damai dan bahagia. Dengan kata lain,
bahwa sikap yang demikian akan dapat mengantar setiap umat manusia dalam
mencapai tujuan hidupnya di dunia,
yaitu jagadhita dan moksa (kebahagiaan jasmani dan rohani,
dunia dan akhirat).
Di dalam kehidupan ini, hidup dalam suasana saling kasih
mengasihi merupakan nilai yang tertinggi di dalam kehidupan. Betapa tidak,
karena keberadaan kasih tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, dan
merupakan bagian dari hidup manusia itu sendiri. Dari sejak kecil manusia sangat
membutuhkan rasa kasih. Dan kasih yang pertama yang meresap kepada seseorang
sejak kecil adalah kasih ibu. Kemudian setelah dewasa, seseorang juga
memerlukan kasih dari orang lain. Setiap orang memerlukan bantuan dari orang
lain dan karena itu pula setiap orang memerlukan teman dan ia harus hidup di
tengah-tengah masyarakat. Dengan berteman dan hidup saling kasih mengasihi,
setiap orang akan merasakan hidup ini lebih berbahagia dan berarti serta lebih
kuat. Karena dengan demikian seseorang akan dapat menyandarkan kelemahannya
sebagai manusia yang memiliki sifat sangat terbatas. Hal ini berarti bahwa
manusia tidak bisa hidup sendirian, namun ia harus hidup bersama-sama dengan
orang lain. Tanpa demikian, cenderung hidup manusia tidak akan sempurna dan tidak
bermakna.
Di dalam Yajur Veda 26.2, disebutkan: "mitrasya
ma caksusa sarvani bhutani samiksantam, mitarsya aham caksusa saruani bhutani
samikse, mistrasya caksusa samisamahe'", artinya "semoga semua
makhluk memandang kami dengan pandangan mata seorang sahabat, semoga kami
pandang memandang dengan pandangan mata seorang sahabat". Ajaran ini
mengingatkan kepada kita semua, betapa pentingnya hidup dalam suasana
kedamaian, dan betapa hal tersebut telah didambakan sejak kehidupan terdahulu
dan sampai kita pun tetap juga hal tersebut mendapat porsi yang utama dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan.
Jadi, untuk memperoleh kehidupan yang penuh dengan
kedamaian dan kebahagiaan, setiap orang harus hidup dalam bersahabat. Hidup
dalam bersahabat, setiap orang diharapkan hidup dalam suasana yang saling kasih
mengasihi, menjauhi kebencian dan mendambakan kedamaian. Hidup dalam suasana
damai adalah dambaan dan tujuan hidup manusia di dunia dan menjadi cita-cita
setiap manusia. Tujuan tertinggi manusia menurut agama Hindu adalah kelepasan
atau Moksa, tetapi nilai tertinggi di dalam kehidupan ini adalah hidup dalam
suasana saling kasih mengasihi. Hal ini patut diinsyafi. Dan keinsyafan
tersebut harus dihayati oleh setiap umat manusia dan dilaksa¬nakan sesuai
dengan petunjuk-petunjuk ajaran agama, sehingga tercapai adanya hidup yang
selaras, serasi dan seim¬bang, atau hidup yang rukun, tenteram, damai dan
bahagia.
Di dalam Upanishad disebutkan
: "Brahman Atman Aikhyam", artinya Brahman (Tuhan Yang Maha Esa)
dengan Atman adalah tunggal. Hal ini berarti bahwa setiap jiwa (jivatman) yang
ada di dalam setiap makhluk hidup adalah sama atau tunggal. Kesadaran terhadap
tunggalnya jivatman semua makhluk hidup ini, kita akan merasakan dengan
renungan kebijaksanaan yang dalam, bahwa kita sebenarnya satu dan sama dengan
makhluk yang lain. Tuhan yang Maha Kuasa berada di mana-mana dan tunggal atau
esa, serta menjadi sumber hidup dari segala ciptaan-Nya yang berpisah-pisah.
Di dalam Chandogya Upanisad disebutkan
"Tattwamasi", yang artinya "Dikaulah itu; Dikaulah semua itu;
semua makhluk adalah Engkau. Engkau awal mula jiwatman atau roh dan zat
(prarti) semua makhluk. Aku ini adalah makhluk yang berasal dari-Mu. Oleh
karena itu jiwatmanku tunggal dengan jiwatman semua makhluk dan Dikau sebagai
sumberku dan sumber semua makhluk. Oleh karena itu Aku adalah Engkau; aku
adalah Brahman". Dari ajaran Tattwamasi ini timbul pula keinsyafan bahwa
kebahagiaan dan penderitaan makhluk lain berarti kebahagiaan dan penderitaan
diri kita sendiri; menyiksa orang lain berarti menyiksa diri sendiri, karena
jiwatman diri kita sendiri tunggal dengan jiwatman semua orang dan bahkan
dengan jiwatman semua makhluk.
Kita sadari, bahwa keberadaan Tattwamasi belum
terpatri kuat sebagai bagian yang utuh dalam kehidupan kita. Ajaran itu masih
tampak idealis, filosofis dan terbatas pada gerak konsepsi moralitas. Sikap
riil tentang komitmen kemanusiaan perlu lebih ditonjolkan tidak saja merujuk
pada unsur vertikalisme, yakni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, akan tetapi
agar lebih terimplementasi kepada usaha harmonisasi secara horizontal antara
sesama ciptaan Tuhan, termasuk di dalamnya keinginan untuk membagi perasaan
baik suka maupun duka. Perasaan senasib dan sepenanggungan akan memunculkan
suasana kekeluargaan dan keharmonisan dalam berbagai tindakan keseharian
kita. Swami Vivekananda, mengatakan : "Pandanglah setiap pria, wanita
dan anak-anak sebagai Tuhan, saudara tidak akan mampu menolong siapapun,
saudara hanya mampu melayani mereka. Saudara mempunyai kehormatan untuk berbuat
demikian. Lakukanlah itu sebagai suatu pemujaan".
Dalam pandangan agama Hindu, melayani orang lain adalah
sama nilainya dengan memuja Tuhan. Mengimplementasikan
ajaran Tattwamasi dalam kehidupan, yang lebih luas dapat diwujudkan
dengan memberikan bantuan-bantuan, baik yang bersifat material maupun yang
bersifat spiritual. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan
kepedulian social dengan semboyan "gumawe sukaning rat", artinya
menciptakan suasana keharmonisan, kedamaian dan kebahagiaan masyarakat. Berkait
dengan itulah, maka yang penting sekali di dalam hidup ini, kita harus mampu
mengamalkan ajaran Tattwamasi itu ke dalam bentuk perbuatan yang nyata, dengan
membantu orang yang terkena musibah, baik dengan tenaga maupun dengan pikiran,
termasuk dengan materi, bahkan dengan pengorbanan jiwa dan raga.
Aktualisasi ajaran Tattwamasi ini kita terapkan
ke dalam bentuk Tri Kaya Parisudha, yang diterapkan dalam setiap saat
kepada orang lain ketika mereka memerlukan uluran tangan berupa bantuan atau
pertolongan yang bisa kita lakukan seperti menolong saudara-saudara kita yang
terkena musibah bencana alam. Hal inilah yang penting kita lakukan melalui
ajaran Tattivamasi ini diaktualisasikan ke dalam perbuatan-perbuatan
nyata. "Cintailah sesama manusia seperti engkau mencintai dirimu sendiri,
perlakukanlah kepadanya seperti yangengkau inginkan untuk dirimu sendiri".
Ajaran Tattwamasi ini mengakui dan menghormati
sesama manusia sebagai pribadi atau sebagai personal. Misalnya, dalam sebuah
pertolongan, sebenarnya tidak ada suatu egoisme', yaitu memperalat orang lain
untuk kepentingan diri sendiri. Karena demikian, Tattwamasi yang
terimple-mentasikan ke dalam suasana saling kasih mengasihi bukanlah untuk
meminta atau mengharapkan sesuatu sebagai balasannya. Orang bertat-twamasi,
tidak pernah merasa bahwa ia telah pernah memberikan sesuatu kepada orang lain.
Hakikat dari eksistensi manusia adalah
melaksanakan Tattwamasi tersebut dengan hidup dan memandang dunia
beserta segala isinya ini dengan saling kasih mengasihi bukanlah untuk meminta
atau mengharapkan sesuatu sebagai balasannya. Orang yang bertattwamasi, idak
pernah merasa bahwa ia telah pernah memberikan sesuatu kepada orang lain.
Hakikat dari eksistensi manusia adalah
melaksanakan Tattwamasi tersebut dengan hidup dan mamandang dunia
beserta segala isinya ini dengan saling mengasihi. Di dalam kitab
Sarasamus-caya disebutkan bahwa tidak ada sesuatu yang lebih utama dari hidup,
hanya hidup yang bernilai tinggi di dunia, oleh karenanya hendaklah orang
senantiasa menunjukkan cinta kasihnya sebagai cinta kasihnya terhadap dirinya;
demikianlah semestinya cinta kasih itu yang harus dilakukan kepada setiap
orang.
Demikian Dharma Wacana ini saya
sampaikan mudah- mudahan bermanfaat, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.
Om Santih, Santih , Santih
Om.
Sumber video : https://www.youtube.com/watch?v=z9j1b_ku4K4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar