Sejarah Perkembangan Kurikulum
Perkembangan
kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang secara pesat, baik
secara teoritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak terfokus
pada mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuangan, maka sekarang
kurikulum lebih banyak diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, sperti
kecakapan hidup, pengembangan diri, pembangunan ekonomi dan industri, era
globalisasi dengan berbagai permasalahannya, politik, bahkan dalam praktiknya
telah menyentuh dimensi teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan eksternal
yang dapat memengaruhi dan menentukan arah dan intensitas proses pengembangan
kurikulum. (Zainal Arifin, 2011)
Di
dalam dunia pendidikan, salah satu kunci untuk menentukan kualitas pendidkan
dan lulusan adalah kurikulum
pendidikannya. Karena pentingnya maka dalam kurun waktu tertentu
kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan dimensi-dimensi baru seperti yang telah diungkapkan diatas.
kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan dimensi-dimensi baru seperti yang telah diungkapkan diatas.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi, pengetahuan dan metode belajar
semakin lama semakin maju pesat. Oleh karena itu, tidak mungkin dalam suatu
instansi pendidikan tetap mempertahankan kurukulum lama; hal ini dikhwatirkan
akan mengakibatkan suatu instansi sekolah tidak dapat sejajar dengan
sekolah-sekolah yang lain. Di dalam proses pengendalian mutu, kurikulum
merupakan perangkat yang sangat penting karena menjadi dasar untuk menjamin
kompetensi keluaran dari proses pendidikan. Kurikulum harus selalu diubah
secara periodik untuk menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan pengguna dari
waktu ke waktu.
Pasca kemerdekaan, kurikulum pendidikan nasional telah
mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
2004, 2006 dan 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari
terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam
masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat
rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan
perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang
berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada
penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya. Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan
mengingat kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan harus menyesuaikan
dengan perkembangan masyarakat yang senantiasa berubah dan terus berlangsung.
Kurikulum
Rencana Pelajaran (1947-1968)
Di
awal-awal pemerintahannya, pemerintah secara bertahap mulai mengkonstruksi
kurikulum sesuai dengan kondisi dan situasi saat itu. Tiga tahun setelah
Indonesia merdeka pemerintah memulai membuat kurikulum yang sederhana yang
disebut dengan “Rencana Pelajaran”. Tahun 1947. Kurikulum ini terus berjalan
dengan beberapa perubahan terkait dengan orientasinya, arah dan kebijakan yang
ada, hingga bertahan sampai tahun 1968 saat pemerintahan beralih pada masa orde
baru. Apa isi yang terkandung dalam kurikulum Rencana Pelajaran tersebut?
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan
memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana
pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum
(bahasa Inggris). Kurikulum yang dipakai oleh Bangsa Indonesia pada tahun
1947 adalah Rentjana Pelajaran 1947. Bentuknya memuat dua hal pokok, yaitu (1)
daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, (2) garis-garis besar pengajaran.
Kurikulum pada tahun ini masih dipengaruhi sistem
pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan kurikulum
yang pernah digunakan sebelumnya oleh Belanda. Rentjana Pelajaran 1947
boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dan
kurikulum ini tujuannya tidak menekankan pada pendidikan pikiran, tetapi yang
diutamakan adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Sedangkan materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian
terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Sejumlah kalangan menyebut sejarah
perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal
pokok:
a) Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya
b) Garis-garis besar pengajaran (GBP)
Rencana
Pelajaran Terurai 1952
Setelah
Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Pembentukan Panitia Penyelidik Pengajaran pada masa
Mr. Soewandi sebagai Menteri PP dan K
(Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan) adalah dalam rangka mengubah sistem
pendidikan kolonial ke dalam sistem pendidikan nasional. Sebagai konsekuensi
dari perubahan sistem itu, maka kurikulum pada semua tingkat pendidikan
mengalami perubahan pula, sehingga yang semula diorientasikan kepada
kepentingan kolonial maka kini diubah selaras dengan kebutuhan bangsa yang
merdeka. Salah satu hasil panitia tersebut yang menyangkut kurikulum adalah
bahwa setiap rencana pelajaran pada setiap tingkat pendidikan harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Depdikbud, 1979:108):
-
Pendidikan
pikiran harus dikurangi
-
Isi pelajaran
harus dihubungkan terhadap kesenian
-
Pendidikan watak
-
Pendidikan
jasmani
-
Kewarganegaraan
dan masyarakat
Kurikulum
ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai
1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata
pelajaran. Fokusnya pada pengembangan Pancawardhana (five principles of development), yaitu :a) Daya cipta, b) Rasa, c)
Karsa, d) Karya, e) Moral.
Setelah Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran No. 04
Tahun 1950 dikeluarkan, maka:
-
Kurikulum
pendidikan rendah ditujukan untuk menyiapkan anak memiliki dasar-dasar
pengetahuan, kecakapan, dan ketangkasan baik lahir maupun batin, serta
mengembangkan bakat dan kesukaannya
-
Kurikulum
pendidikan menengah ditujukan untuk menyiapkan pelajar ke pendidikan tinggi,
serta mendidik tenaga-tenaga ahli dalam pelbagai lapangan khusus, sesuai dengan
bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat
-
Kurikulum
pendidikan tinggi ditujukan untuk menyiapkan pelajaran agar dapat menjadi
pimpinan dalam masyarakat, dan dapat memelihara kemajuan ilmu, dan kemajuan
hidup kemasyarakatan.
Kurikulum
1964
Usai
tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964.
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik
untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan
moral (Hamalik, 2004). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok
bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan),
dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis.
Kurikulum
1964 tidak bertahan lama. Situasi politik mengalami perubahan pesat dan terjadi
peristiwa yang dikenal dengan nama G.30.S/PKI. Pada tanggal 11 Maret 1966
Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang
memberikan wewenang kepada Mayjen Soeharto untuk mengamankan ajaran Panglima
Besar Revolusi. Dengan kewenangan yang dimilikinya, Mayjen Soeharto kemudian
membubarkan PKI, sesuai dengan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura). Manipol-USDEK
dan Nasakom tidak lagi menjadi ideologi negara. Revolusi menemukan titik akhir
perjalanannya. Pada tahun 1966, MPRS menetapkan kebijakan pendidikan untuk
menghilangkan pengaruh Manipol dan melarang ajaran komunis. TAP MPRS XXVI tahun
1966 menentukan bahwa pendidikan haruslah diarahkan pada (a) mempertinggi
mental-moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, (b) mempertinggi
kecerdasan dan ketrampilan, dan (c) membina/ memperkembangkan fisik yang kuat
dan sehat. Oleh karena itu maka kurikulum baru diperlukan untuk membersihkan
pikiran dan hati generasi muda dari ideologi tersebut. Meski pun demikian,
pendidikan ideologi terus berlanjut. Kurikulum baru segera dikembangkan untuk
menggantikan kurikulum 1964, dibersihkan dari Manipol-USDEK dan Nasakom.
Kurikulum
1968
Kurikulum
1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 –istilah yang digunakan
adalah Rencana Pendidikan –bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya
untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan
beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti
Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya
pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan
organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya Sembilan.
Kurikulum
1975
Pada tahun 1973, GBHN pertama dilaksanakan sebagai
Keputusan MPR No. II/MPR/1973. Berdasarkan TAP MPR ini dan juga hasil dari
beberapa percobaan dalam bidang pendidikan dan pengajaran maka disusun
kurikulum 1975. Untuk pertama kalinya kurikulum ini didasarkan pada tujuan
pendidikan yang jelas. Dari tujuan pendidikan tersebut dijabarkan tujuan-tujuan
yang ingin dicapai yaitu tujuan instruksional umum, tujuanj instruksional
khusus, dan berbagai rincian lainnya sehingga jelas apa yang akan dicapai
melalui kurikulum tersebut.
Dalam kurikulum ini, satu hal yang menonjol adalah
dengan digunakannya sistem instruksional. Dalam tiap mata pelajaran, diberikan
tujuan kurikulum, dan di tiap bahasan, diberikan pula tujuan instruksional bagi
guru dan siswa apa yang harus dicapai. Jadi dalam pengajaran, sudah ditentukan
tujuan-tujuan yang setelah proses belajar, harus dicapai oleh siswa. Hal ini
tentu saja membuat bahan ajar tidak bisa berkembang. Proses belajar ditentukan
terlebih dahulu oleh pembuat kebijakan tentang output yang ingin dihasilkan.
Siswa dan guru akan cenderung lebih pasif dalam proses belajar mengajar. Adapun
ciri-ciri lebih lengkap kurikulum ini adalah sebagai berikut:
Berorientasi pada tujuan.
-
Menganut
pendekatan integratif dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan
peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
-
Menekankan
kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
-
Menganut
pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya
tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku
siswa.
-
Dipengaruhi
psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntunan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum
1984
Pendidikan
idiologi dalam kurikulum 1984 tetap menjadi warna yang dominan dalam kurikulum.
Pemerintah menetapkan Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dalam
kurikulum sejak SD sampai ke perguruan tinggi. Dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1978
ditetapkan Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dan diarahkan
untuk menumbuhkan jiwa, semangat dan nilai-nilai 1945. Berdasarkan TAP MPR
Nomor II/MPR/1978 ditetapkan pula Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
sebagai “penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara bagi setiap warganegara Indonesia, setiap penyelenggara Negara serta
setiap lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah
dan dilaksanakan secara bulat dan utuh.” Pedoman Penghayatan dan Pengalaman
Pancasila (P-4) dan juga dinamakan Ekaprasetia Pancakarsa ditetapkan sebagai
bagian dari Pendidikan Pancasila melalui TAP MPR Nomor II/MPR/1983.
Sebelum
pemberlakuan kurikulum 1984, yaitu pada tahun 1983 mata pelajaran Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) ditetapkan sebagai mata pelajaran wajib.
Penetapan ini berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor
0461/U/1983 yang ditandatangani Prof. Dr. Nugroho Notosusanto. Posisi PSPB
sebagai materi dan mata kuliah wajib dalam kurikulum mendapat kedudukan hukum
yang lebih kuat ketika MPR mengeluarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1983 dimana
dinyatakan PSPB sebagai bagian dari Pendidikan Pancasila. Dengan demikian maka
pendidikan idiologi dilakukan melalui Pendidikan Pancasila yang memiliki
komponen Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), Pendidikan Moral
Pancasila (PMP), dan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).
Kurikulum
1984 mengusung process skill approach.
Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi
siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student
Active Leaming (SAL). Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan
instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar
kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus
benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang
harus dicapai siswa.
Ciri-Ciri umum dari
Kurikulum CBSA adalah:
-
Berorientasi pada tujuan instruksional
-
Pendekatan pembelajaran adalah berpusat
pada anak didik; Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
-
Pelaksanaan Pendidikan Sejarah
Perjuangan Bangsa (PSPB)
-
Materi pelajaran menggunakan pendekatan
spiral, semakin tinggi tingkat kelas semakin
banyak materi pelajaran yang di bebankan pada peserta didik.
banyak materi pelajaran yang di bebankan pada peserta didik.
-
Menanamkan pengertian terlebih dahulu
sebelum diberikan latihan.
-
Konsep-konsep yang dipelajari siswa
harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah
mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk
membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
Kurikulum
1994
Pada
tahun 1989 Indonesia memiliki undang-undang pendidikan baru yaitu Undang-Undang
Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang ini
pasal 12 ayat (1) menetapkan bahwa wajib belajar menjadi 9 tahun. Wajib belajar
yang diartikan sebagai pendidikan minimal yang harus dimiliki bangsa Indonesia.
Sebelumnya wajib belajar tersebut hanya 6 tahun. Oleh karena itu maka kurikulum
SMP yang dalam Undang- Undang nomor 2 tahun 1989 diubah namanya menjadi SLTP
adalah bagian dari wajib belajar 9 tahun.
Meski
pun Indonesia telah memiliki Undang-Undang pendidikan baru dan banyak kebijakan
tentang pendidikan dan kurikulum yang baru tetapi kurikulum tidak segera
berubah. Pada tahun 1994, sesuai dengan tradisi sepuluh tahunan, Pemerintah
meresmikan kurikulum baru. Kurikulum 1994 ini merupakan revisi terhadap
kurikulum 1984 tetapi pada dasarnya keduanya tidak memiliki perbedaan yang
prinsipil. Orientasi pendidikan pada pengajaran disiplin ilmu menempatkan
kurikulum sebagai instrumen untuk ”transfer
of knowledge”. Penyempurnaan terjadi pada materi pendidikan sejarah karena
materi pendidikan sejarah yang tercantum dalam kurikulum SMA 1984 (nama baru
SMA berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 adalah SMU) dianggap tidak
lengkap, maka kurikulum SMU 1994 menyempurnakannya.
Kurikulum
1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan
UU no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada
sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke
sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun
menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat
menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada
pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Ciri-Ciri Umum
Kurikulum 1994
Terdapat ciri-ciri yang
menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
-
Pembagian tahapan pelajaran di sekolah
dengan sistem catur wulan.
-
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan
materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
-
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu
yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh
Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus
dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sekitar.
-
Dalam pelaksanaan kegiatan, guru
hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam
belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru
dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen
(terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
-
Dalam pengajaran suatu mata pelajaran
hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan
berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran
yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
-
Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha
yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana
ke hal yang kompleks.
-
Pengulangan-pengulangan materi yang
dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
-
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994
muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada
pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
-
Beban belajar siswa terlalu berat karena
banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
-
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar
karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang
bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
-
Bersifa populis yaitu yang memberlakukan
satu sistem kurikulum untuk semua siswa di
seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus
dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus
dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
Kurikulum
2004 (KBK)
Kurikukum
2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Pendidikan berbasis kompetensi menitik-beratkan pada pengembangan kemampuan
untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar
performance yang telah ditetapkan. Secara singkat dengan KBK ini ditekankan agar siswa yang mengikuti
pendidikan di sekolah memiliki kompetensi yang diinginkan. Kompetensi merupakan
perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang ditunjukkan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Mulyasa, E., 2010:37). Sehingga KBK
diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap,
dan minat siswa agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk keterampilan, tepat,
dan berhasil dengan penuh tanggung jawab. KBK mencakup beberapa kompetensi dan
seperangkat tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa. Kegiatan pembelajaran
pun diarahkan untuk membantu siswa menguasai kompetensi-kompetensi agar tujuan
pembelajaran tercapai.
Kurikulum
Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan
muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang
bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan
kebutuhannya (Puskur, 2002a). Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mengemukakan karakteristik KBK,
sebagai berikut:
-
Menekankan pada ketercapaian komoetensi siswa baik
secara individual maupun klasikal
-
Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman
-
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatann
dan metode bervariasi
-
Sumber belajar bukan hanya guru tetapi juga sumber
belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif
-
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar
dalam upaya poenguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Kurikulum
2006 (KTSP)
Berdarakan
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah bidang
pendidikan dan kebudayaan telah diberlakukan sejak tahun 200. Visi pokok dari
otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan bermuara pada upaya pemberdayaan
terhadap masyarakat daerah untuk menentukan sendiri jenis dan muatan kurikulum,
proses pembelajaran dan sistem penilaian hasil belajar, guru dan kepala
sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun untuk menjalankan
amanah yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintahan Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich,
2009:1)
Otonomi
penyelenggaraan pendidikan tersebut pada gilirannya berimplikasi pada perubahan
sistem majanemen pendidikan dari pola sentralisasi ke desentralisasi dalam
pengelolaan pendidikan (Muhaimin, dkk. 2008:2). Guru memiliki otoritas dalam
mengembangkan kurikulum secara bebas dengan memperhatikan karakteristik siswa
dan lingkungan di sekolahnya.
Kurikulum
2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh
siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta
kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan kerangka dasar (KD), standar
kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap
mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus
dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
Tujuan
KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan,
kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu
kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan
Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum
yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
KURIKULUM 2013
Muhammad Nuh,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menegaskan bahwa kurikukulum terbaru
2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis
sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling
mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu
pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari
informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan
untuk siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan,
kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir
kritis. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif. Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative memberi
kesempatan siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata
pelajaran. Pelajaran IPA ndan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Seperti yang dirilis kemdikbud di website http:// kemdikbud.go.id ada empat
aspek yang harus diberi perhatian khusus dalam rencana implementasi dan
keterlaksanaan kurikulum 2013.
-
Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar,
yang menyangkut metodologi pembelajaran, yang nilainya pada pelaksanaan uji
kompetensi guru (UKG) baru mencapai rata-rata 44,46
-
Kompetensi akademik di mana guru harus menguasai
metode penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa.
-
Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak
bertindak asocial kepada siswa dan teman sejawat lainnya.
-
Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru
sebagai seorang yang akan digugu dan ditiru siswa.
Kesiapan guru sangat urgen dalam pelaksanaan kurikulum
ini. Kesiapan guru ini akan berdampak pada kegiatan guru dalam mendorong mampu
lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan
apa yang telah mereka peroleh setelah menerima materi pembelajaran.
Apabila
kita amati perkembangan (baca: perubahan) kurikulum di Indonesia dari tahun
1947 hingga 2013 yang menjadi faktor terhadap perkembangan tersebut adalah: (1)
menyesuaikan dengan perkembangan jaman, hal ini dapat kita lihat awal perubahan
kurikulum dari Rentjana Pelajaran 1947 menjadi Renjtana Pelajaran Terurai 1952.
Awalya hanya mengikuti atau meneruskan kurikulum yang ada kemudian dikembangkan
lagi dengan lebih menfokuskan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. (2)
kepentingan politis semata, hal ini sangat jelas terekam dalam perubahan
kurikulum 2004 (KBK) menjadi kurklum 2006 (KTSP). Secara matematis masa aktif
kurikulum 2004 sebelum diubah menjadi kurikulum 2006 hanya bertahan selama 2
tahun. Hal ini tidak sesuai dengan perkembangan sebelum-sebelumnya. Dalam kurun
waktu yang singkat ini, kita tidak bisa membuktikan baik tidaknya sebuah
kurikulum. Hal senada juga diungkapkan oleh Bagus (2008), menyebutkan bahwa
lahirnya kurikulum 1968 hanya bersifat politis saja, yaitu mengganti Rencana
pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Seiring
dengan yang telah disebutkan diatas, Hamalik (2003: 19) mengungkapkan bahwa
dalam perubahan kurikulum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
-
Tujuan filsafat pendidikan nasional yang
dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada
gilirannya menjadi landasan merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan
pendidikan.
-
Sosial budaya yang berlaku dalam
kehidupan masyarakat
-
Keadaan lingkungan.
-
Kebutuhan pembangunan POLSOSBUDHANKAM
-
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiaan serta budaya bangsa.
Tabel Kronologis Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Tahun
|
Kurikulum
|
Keterangan
|
1947
|
Rencana Pelajaran 1947
|
-
Kurikulum ini merupakan kurikulum pertama di
Indonesia setelah kemerdekaan.
-
Istilah kurikulum masih belum digunakan. Sementara
istilah yang digunakan adalah Rencana Pelajaran
|
1954
|
Rencana Pelajaran 1954
|
-
Kurikulum ini masih sama dengan kurikulum
sebelumnya, yaitu Rencana Pelajaran 1947
|
1968
|
Kurikulum 1968
|
-
Kurikulum ini merupakan kurikulum terintegrasi
pertama di Indonesia. Beberapa masa pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu Bumi, dan
beberapa cabang ilmu sosial mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial
(Social Studies). Beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan
sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahun Alam (IPS) atau yang
sekarang sering disebut Sains.
|
1975
|
Kurikulum 1975
|
-
Kurikulum ini disusun dengan kolom-kolom yang sangat
rinci
|
1984
|
Kurikulum 1984
|
-
Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum
1975
|
1994
|
Kurikulum 1994
|
-
Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum
1984
|
2004
|
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
|
-
Kurikulum ini belum diterapkan di seluruh sekolah di
Indonesia. Beberapa sekolah telah dijadikan uji coba dalam rangka proses
pengembangan kurikulum ini
|
2006
|
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
|
-
KBK sering disebut sebagai jiwa KTSP, karena KTSP
sesungguhnya telah mengadopsi KBK. Kurikukulum ini dikembangkan oleh BSNP
(Badan Standar Nasional Pendidikan).
|
2013
|
Kurikulum 2013
|
- lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi
berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan
- Kurikulum
yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang: Produktif, Kreatif,
Inovatif, Afektif melalui penguatan Sikap, Keterampilan, dan
Pengetahuan yang terintegrasi
|
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar